GUBERNUR BALI
PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI
NOMOR 10 TAHUN 2011
TENTANG
KAWASAN TANPA ROKOK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BALI,
Menimbang
|
:
|
a.
bahwa rokok merupakan
hasil olahan tembakau dan sintetis yang mengandung nikotin dan tar yang
membahayakan kesehatan manusia;
b.
bahwa Pasal 115 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan mewajibkan
Pemerintah Daerah menetapkan Kawasan Tanpa Rokok;
c.
bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Peraturan Daerah tentang
Kawasan Tanpa Rokok;
|
Mengingat
|
:
|
1. Undang-Undang Nomor
64 tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara
Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1649);
2. Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa
kali, diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
4. Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
5. Peraturan Daerah
Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Provinsi
Bali (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2008 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Daerah Provinsi Bali Nomor 1);
|
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI
BALI
dan
GUBERNUR BALI
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN DAERAH TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK.
|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah
ini yang dimaksud dengan:
1.
Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Bali.
2. Gubernur adalah Gubernur Bali.
3. Kawasan Tanpa Rokok yang
selanjutnya disingkat KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang
untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan,
dan/atau mempromosikan produk tembakau.
4. Rokok adalah salah satu produk tembakau yang
dimaksudkan untuk dibakar, dihisap, dan/atau dihirup termasuk rokok kretek,
rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan
spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar,
dengan atau tanpa bahan tambahan.
5. Perokok pasif adalah orang yang
bukan perokok namun terpaksa menghisap atau menghirup asap rokok yang
dikeluarkan oleh perokok.
6. Fasilitas pelayanan
kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.
7. Tempat Proses Belajar Mengajar adalah gedung yang digunakan
untuk kegiatan belajar, mengajar, pendidikan dan/atau pelatihan.
8.
Tempat
anak bermain adalah area tertutup maupun
terbuka yang digunakan untuk kegiatan bermain anak-anak.
9.
Tempat Ibadah adalah bangunan
atau ruang tertutup yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan
untuk beribadah bagi para pemeluk masing-masing agama secara permanen, tidak
termasuk tempat ibadah keluarga.
10. Angkutan Umum adalah alat angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa kendaraan darat, air, dan
udara biasanya dengan kompensasi.
11. Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap
dimana tenaga kerja bekerja, atau yang dimasuki tenaga kerja untuk keperluan
suatu usaha.
12. Tempat Umum adalah
semua tempat tertutup yang dapat diakses oleh masyarakat umum dan/atau tempat
yang dapat dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat yang
dikelola oleh pemerintah, swasta, dan/atau masyarakat.
13. Pengelola, pimpinan dan/atau penanggungjawab gedung adalah orang dan/atau
badan yang karena jabatannya memimpin dan/atau bertanggung jawab atas kegiatan
dan/atau usaha di tempat atau kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan tanpa
rokok, baik milik pemerintah maupun swasta.
14. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan yang lainnya, badan usaha milik
negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi,
koperasi, persekutuan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik
atau organisasi yang sejenis, lembaga dana pensiun, bentuk usaha tetap, serta
bentuk badan lainnya.
BAB II
KAWASAN
TANPA ROKOK
Pasal 2
KTR meliputi:
a. fasilitas pelayanan kesehatan;
b. tempat proses belajar mengajar;
c.
tempat anak bermain;
d. tempat ibadah;
e. angkutan umum;
f.
tempat kerja;
g. tempat umum; dan
h. tempat lain yang ditetapkan.
Pasal 3
Fasilitas pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi:
a. rumah sakit;
b. rumah bersalin;
c.
poliklinik;
d. puskesmas;
e. balai pengobatan;
f.
laboratorium;
g. posyandu; dan
h. tempat praktek kesehatan swasta.
Pasal 4
Tempat proses belajar mengajar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b meliputi:
a. sekolah;
b. perguruan tinggi;
c.
balai pendidikan dan
pelatihan;
d. balai latihan kerja;
e. bimbingan belajar; dan
f.
tempat kursus.
Pasal 5
Tempat anak bermain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c meliputi:
a. kelompok bermain;
b. penitipan anak;
c.
Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD); dan
d. Taman Kanak-Kanak.
Pasal 6
Tempat ibadah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d meliputi:
a. pura;
b. masjid/mushola;
c. gereja;
d. vihara; dan
e. klenteng.
Pasal 7
Angkutan umum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e meliputi:
a. bus umum;
b. taxi;
c.
angkutan kota termasuk
kendaraan wisata, bus angkutan anak sekolah
dan bus angkutan karyawan;
d. angkutan antar kota;
e. angkutan pedesaan; dan
f.
angkutan air.
Pasal 8
Tempat kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf f meliputi:
a. perkantoran pemerintah baik sipil maupun TNI dan POLRI;
b. perkantoran swasta;
c.
industri; dan
d. bengkel.
Pasal 9
Tempat umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf g meliputi:
a. pasar modern;
b. pasar tradisional;
c.
tempat wisata;
d. tempat hiburan;
e. hotel;
f.
restoran;
g. tempat rekreasi;
h. halte;
i.
terminal angkutan umum;
j.
terminal angkutan
barang;
k.
pelabuhan; dan
l.
bandara.
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai
tempat lain sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 huruf h diatur dengan Peraturan
Gubernur.
Pasal 11
(1) Pengelola, pimpinan dan/atau penanggung jawab tempat kerja dan tempat umum dapat menyediakan tempat khusus merokok.
(2)
Tempat khusus merokok
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a. merupakan ruang terbuka atau ruang yang berhubungan langsung dengan udara
luar sehingga udara dapat bersirkulasi dengan baik;
b. terpisah dari gedung/tempat/ruang utama dan ruang lain yang digunakan untuk beraktifitas;
c. jauh dari pintu masuk dan keluar; dan
d. jauh dari tempat orang berlalu-lalang.
BAB III
KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Pasal 12
Setiap pengelola, pimpinan dan/atau penanggung jawab KTR wajib untuk:
a. melakukan pengawasan internal pada tempat dan/atau lokasi yang menjadi
tanggung jawabnya;
b. melarang semua orang untuk tidak merokok di KTR yang menjadi tanggung
jawabnya;
c. menyingkirkan asbak atau sejenisnya pada tempat dan/atau lokasi yang menjadi tanggung jawabnya; dan
d. memasang tanda-tanda dan
pengumuman dilarang merokok sesuai persyaratan di semua pintu masuk utama dan
di tempat-tempat yang dipandang perlu dan mudah terbaca dan/atau didengar baik.
Pasal 13
(1) Setiap orang dilarang merokok di KTR.
(2)
Setiap orang/badan
dilarang mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok di KTR.
(3)
Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan untuk tempat umum yang
ditetapkan dengan Peraturan Gubernur dan/atau Peraturan Bupati/Walikota.
BAB IV
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 14
(1)
Masyarakat dapat
berperan serta dalam mewujudkan KTR.
(2)
Peran serta masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara:
a. memberikan sumbangan pemikiran dan pertimbangan berkenaan
dengan penentuan kebijakan yang terkait dengan KTR;
b. melakukan pengadaan dan pemberian bantuan sarana dan prasarana
yang diperlukan untuk mewujudkan KTR;
c.
ikut serta dalam memberikan bimbingan dan penyuluhan serta penyebarluasan
informasi kepada masyarakat;
d.
mengingatkan setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 13; dan
e. melaporkan setiap orang yang terbukti melanggar Pasal 13 kepada pimpinan /penanggungjawab KTR.
BAB V
PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN KOORDINASI
Pasal 15
(1)
Gubernur berwenang
melakukan pembinaan dan pengawasan sebagai upaya untuk mewujudkan KTR di daerah.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. sosialisasi dan koordinasi;
b. pemberian pedoman;
c. konsultasi; dan
d. monitoring
dan evaluasi.
(3)
Gubernur dapat
melimpahkan kewenangan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) kepada pejabat di Lingkungan Pemerintah Daerah sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 16
(1)
Gubernur melakukan
koordinasi dengan Bupati/Walikota terhadap pelaksanaan KTR.
(2)
Gubernur melakukan
koordinasi dengan seluruh lembaga
pemerintah dan non-pemerintah.
BAB VI
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 17
(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Provinsi
berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini.
(2) Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang
pelanggaran ketentuan KTR;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan pelanggaran
ketentuan KTR;
c. meminta keterangan dan barang bukti
dari orang sehubungan dengan pelanggaran ketentuan KTR;
d. melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau
dokumen lain tentang pelanggaran ketentuan KTR;
e. melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam pelanggaran ketentuan KTR;
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan pelanggaran ketentuan KTR; dan
g. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang membuktikan
tentang adanya pelanggaran ketentuan KTR.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyerahkan hasil penyidikan tersebut
kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 18
(1)
Setiap orang dan/atau
badan yang melanggar ketentuan Pasal 12
dan Pasal 13 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda
paling banyak Rp.50.000,00 (lima puluh ribu rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelanggaran.
BAB VIII
PENUTUP
Pasal 19
Peraturan Daerah ini
mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Bali.
Ditetapkan di Denpasar
pada tanggal 29 Nopember 2011
GUBERNUR BALI,
MADE MANGKU PASTIKA
Diundangkan di Denpasar
pada tanggal 29 Nopember 2011
SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI BALI,
I MADE JENDRA
LEMBARAN DAERAH PROVINSI
BALI TAHUN 2011 NOMOR 10
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI
NOMOR 10 TAHUN
2011
TENTANG
KAWASAN TANPA ROKOK
I. UMUM
Rokok mengandung zat adiktif yang sangat
berbahaya bagi kesehatan manusia. Zat adiktif
adalah zat yang jika dikonsumsi manusia
akan menimbulkan adiksi atau ketagihan, dan dapat menimbulkan berbagai penyakit
seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke, penyakit paru obstruktif
kronik, kanker paru, kanker mulut, impotensi,
kelainan kehamilan dan janin.
Data epidemi tembakau di dunia menunjukkan tembakau membunuh lebih dari 5(lima)
juta orang setiap tahunnya. Jika hal ini berlanjut terus maka diproyeksikan
akan terjadi 10(sepuluh) juta kematian
pada tahun 2020, dengan 70% kematian terjadi di negara sedang berkembang.
Indonesia merupakan negara terbesar ke-7 di dunia yang memproduksi tembakau.
Dari segi jumlah perokok, Indonesia merupakan negara terbesar ke-3 di dunia
setelah China dan India. Prevalensi merokok di kalangan orang dewasa (15 tahun
ke atas) pada tahun 2007 sebesar 33,08%.
Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia
tahun 2006 melaporkan lebih dari 37,3% pelajar 13-15 tahun mempunyai kebiasaan
merokok.
Asap rokok tidak hanya membahayakan perokok, tetapi juga orang lain
disekitar perokok (Perokok pasif). Asap rokok terdiri dari asap rokok utama (main
stream) yang mengandung 25% kadar bahan berbahaya dan asap rokok sampingan
(side stream) yang mengandung 75% kadar berbahaya. Asap rokok mengandung
lebih dari 4000 jenis senyawa kimia.
Sekitar 400 jenis diantaranya merupakan zat beracun (berbahaya) dan 69
jenis tergolong zat penyebab kanker (karsinogenik).
Asap rokok pasif merupakan zat sangat kompleks berisi campuran gas,
partikel halus yang dikeluarkan dari pembakaran rokok. Asap rokok orang lain sangat berbahaya bagi orang yang tidak merokok yang menghirup asap rokok yang
dihisap orang lain. Penghirup asap rokok pasif mengandung risiko sama tingginya dengan orang yang merokok. Zat karsinogen Benzo (A) Pyrene merupakan salah satu
kandungan asap rokok, merupakan salah satu
zat pencetus kanker. Zat ini banyak ditemukan pada orang bukan perokok aktif,
tetapi kehidupan mereka bersentuhan dengan perokok aktif.
Tidak ada batas aman untuk pemaparan asap rokok orang lain. Bahaya asap
rokok orang lain dihadapi antara lain : bayi dalam kandungan ibu yang merokok
dan orang-orang yang berada dalam ruangan yang terdapat asap rokok yang telah
ditinggalkan perokok. Dampak langsung setelah terpapar asap rokok orang lain
adalah batuk, bersin, sesak napas, pusing.
Efek jangka panjang akan menimbulkan masalah kesehatan yang serius. Dampak
kesehatan asap rokok orang lain terhadap orang dewasa antara lain menyebabkan
penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker paru dan payudara, dan berbagai
penyakit saluran pernafasan.
Perempuan yang tinggal
bersama orang yang merokok mempunyai risiko tinggi terkena kanker payudara.
Asap rokok orang lain akan memicu serangan asthma serta menyebabkan asthma pada
orang sehat. Ibu hamil yang merokok selama
kehamilan akan mempengaruhi pertumbuhan bayi yang menyebabkan BBLR, kelahiran
premature dan kematian.
Bayi dan anak-anak para perokok yang terpapar asap rokok orang lain akan
menderita sudden infant death syndrome, infeksi saluran pernafasan bawah
(ISPA), asthma, bronchitis, dan infeksi telinga bagian tengah yang dapat
berlanjut hilangnya pendengaran. Mereka juga akan menderita terhambatnya
pertumbuhan fungsi paru, yang akan menyebabkan berbagai penyakit paru ketika
dewasa. Anak para perokok mempunyai
risiko lebih besar untuk mengalami kesulitan belajar, masalah perilaku seperti
hiperaktif dan penurunan konsentrasi belajar dibanding dengan yang orang tuanya
tidak merokok.
Selain dampak kesehatan asap rokok orang lain juga akan berdampak terhadap
ekonomi individu, keluarga dan masyarakat akibat hilangnya pendapatan karena
sakit dan tidak dapat bekerja, pengeluaran biaya obat dan biaya perawatan.
Kesehatan merupakan hak asasi manusia setiap orang. Hak azasi masyarakat bukan perokok atas lingkungan hidup yang
sehat, termasuk bersih dari cemaran dan risiko kesehatan dari asap rokok juga harus
dilindungi. Demikian juga dengan perokok aktif, perlu disadarkan dari kebiasaan
merokok yang dapat merusak kesehatan diri dan orang lain disekitarnya.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan
Pemerintah Daerah untuk mengatur penetapan Kawasan Tanpa Rokok. Pengaturan ini
bertujuan untuk mencegah dan mengatasi dampak buruk dari asap rokok. Pasal 115 ayat
(2) menentukan bahwa pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di
wilayahnya. Kawasan tanpa rokok, mencakup: fasilitas pelayanan kesehatan,
tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan
umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan. Konsep dari
peraturan ini adalah melarang kegiatan merokok, iklan rokok dan penjualan rokok
di kawasan tanpa rokok yang telah diuraikan sebelumnya kecuali di tempat umum, masih diperbolehkan transaksi jual beli
rokok.
Kawasan Tanpa Rokok merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa, baik
individu, masyarakat, lembaga-lembaga pemerintah dan non-pemerintah, untuk
melindungi hak-hak generasi sekarang maupun yang akan datang atas kesehatan
diri dan lingkungan hidup yang sehat. Komitmen bersama dari lintas sektor dan
berbagai elemen akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan kawasan tanpa
rokok.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup
jelas.
Pasal 2
Cukup
jelas.
Pasal 3
Cukup
jelas.
Pasal 4
Cukup
jelas.
Pasal 5
Cukup
jelas.
Pasal 6
Huruf
a
Cukup jelas
Huruf
b
Termasuk Surau dan
Langgar
Huruf
c
Cukup jelas
Huruf
d
Cukup jelas
Huruf
e
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup
jelas.
Pasal 8
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Industri adalah areal kerja industri.
Huruf d
Bengkel adalah areal kerja bengkel.
Pasal 9
Cukup
jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup
jelas.
Pasal 12
Cukup
jelas.
Pasal 13
Cukup
jelas.
Pasal 14
Cukup
jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pejabat yang berwenang antara lain Dinas Kesehatan dan Kantor Polisi Pamong
Praja.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup
jelas.
Pasal 17
Cukup
jelas.
Pasal 18
Cukup
jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN
DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10
No comments:
Post a Comment